Jumat, 19/09/2014 05:01
Baru saja, setelah magrib, aku diberikan wejangan mengenai tahlil. "Tahlil"
arti harfiyahnya adalah kalimat toyyibah atau perkataan yang baik, yang
dalam hal ini dimaksudkan sebagai kalimat “Laa ilaaha illallaah”, tiada
Tuhan selain Allah. Namun yang biasa disebut tahlilan adalah paket
bacaan-bacaan dan doa yang telah mentradisi bagi umat Islam, khususnya
di Indonesia.
Paket itu disebut tahlil karena salah satu yang dibaca adalah“Laa ilaaha illallaah”. Kata kiaiku, terkadang mengucapkan satu bagian bisa dimaksudkan sebagai keseluruhan, ithla'ul juz’i wa irodatul kulli.
Tahlil itu berisi sejumlah bacaan-bacaan ayat-ayat tertentu dan
kalimah-kalimat toyyibah pada umumnya. Semua itu berdasarkan pada
hadisnya masing-masing. Semuanya punya dasar hukum.
Jadi di sini ada rangkaian kata dalam tahlilan. Sebenarnya bisa di
bolak-balik, tidak harus berurutan karena memang tujuannya sama. Tetapi
karena supaya mudah diikuti oleh makmumnya maka harus sesuai dengan
ramuan yang telah dibuat oleh orang-orang terdahulu.
Tahlil dilakukan dalam rangka pengelolaan rohani untuk bertakdim, berbakti, atau kumawulo
kepada pada pendahulu-pendahulu kita sampai Nabi Muhammad SAW, karena
atas jasa para pendahulu itulah maka kita di sini menjadi sebagai orang
mukmin dan muslim.
Jadi kalau tidak ada pendahulu-pendahulu kita tidak mungkin kenal
dengan Islam: Atas jasa Nabi dan para sahabatnya sampai orang tua dan
guru-guru kita, maka kita bisa mengenal Islam. Karena itulah perlu ada
wujud penghargaan pada orang yang telah meninggal sebelum kita.
Ahli-ahli ilmu hati ini mencoba merumuskan bacaan-bacaan kalimat
toyyibah, dan ini kemudian diyakini adalah sebagai cara berbakti kepada
orang yang telah mati. Yang telah benar-benar berjasa pada kita gan!
Kita mendoakan mereka dengan paket kalimat thoyyibah itu.
Kok yo mantep-mantepe? Kalau seandainya tidak yakin dengan
kalimat itu, silahkan saja merumuskan cara baru. Paket yang disebut oleh
Indonesia disebut tahlil bisa dibuat versi sendiri asalkan untuk tujuan
berdoa dan berbakti kepada orang tuanya, leluhurnya, ulamanya.
Jadi bila disusun dan bisa komplit maka bisa seperti apa saja,
asalkan sesuai dengan tujuan awal yaitu takdim kepada leluhur kita. Tapi
pertanyaannya, apakah anda yang mau menyusun bacaan tersendiri itu
telah memenuhi kompetensi dan standar-standar tertentu?
M. Fadllullah, staf Subdit Kurikulum di Kementerian Agama Kabupaten Ponorogo
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,50-id,54565-lang,id-c,esai-t,Tahlil++Ajaran+Kiaiku-.phpx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar